Lagi-lagi.
Entri ini mungkin didorong oleh perubahan hormon estrogen dan kadar serotonin seorang perempuan, setidaknya terjadi satu bulan sekali dan menjadi pihak yang selalu disalahkan oleh sebagian besar pria di seluruh dunia jikalau sang Ratu yang dahulu menawan bertransformasi menjadi ancaman sengsara lingkaran setan selama satu minggu penuh. Terlepas dari anggapan bahwa perempuan itu membingungkan dan selalu ingin dimengerti, mengapa tidak mencoba berpikir seperti ini:
Kamu itu memang sedang salah.
***
Makassar, di hari-hari kering kemarin aku melihat satu pasangan lucu. Sedang kasmaran, tentu saja. Fresh from the oven, baru saja jadian. Mereka manis dan menjalani hari-hari manis bersama. Sang pria, seperti sedang bersama bongkahan semesta dengan planet-planet biru mengitari dan debu-debu asteroid yang bersinar. Menatapnya, menatap 2 mata sipit itu yang sebenarnya biasa-biasa saja, tapi seakan-akan dia baru saja melihat pusat dari tata surya. Pusat dari segala keindahan angkasa, menarik, menyedot, menghisapnya masuk menuju syaraf-syaraf otaknya sendiri, berhasil membuatnya gila sesaat lalu tersesat dan lebur. Ah, itulah mengapa sang pria tidak berani menatap perempuannya lama-lama.
Satu waktu aku melihat mereka sedang duduk berdua dalam remang malam. Oh, aku tidak melihat nafsu disana. yang paling ditakutkan sang pria bukan buah dada sang perempuan yang tiba-tiba menyembul keluar malu-malu, atau sesuatu di'bawah'nya. Dia selalu menatap sang perempuan sebagai sebuah semesta, ingat kan? Sesuatu yang sangat 'manusia' seperti itu tidak terlalu berlaku pada mereka.
Lantas apa yang ia takutkan?
Sang perempuan sedang cemberut, rupanya. Entah karena urusan dunia yang terlalu memuakkan atau urusan lain yang membuat sesak. Ia menghabiskan setengah jam berceloteh. Tentang ini, tentang itu, tentang mereka. Sang laki-laki tentu saja, seperti banyak pria di muka bumi ini... tidak terlalu banyak bicara menanggapi dan hanya mendengar dengan takzim. Setelah puas menumpahkan resah, sang perempuan duduk tertunduk lesu.
"Hey.." Panggil sang lelaki. Menenangkan, tapi tidak berhasil membuat sang perempuan menyahut.
"Azra, liatka.." tetap tidak berhasil.
"Liatka dulu.." Karena sudah 3x, sang perempuan merasa jengah dan menatap si Laki-laki. Menenangkan. Sepeti debur ombak yang ribut tapi anehnya memberi damai. Seperti angin yang bertiup bersama bau tanah juga abu-abu suasana setelah hujan, yang dingin tapi memberi rasa hangat. Seperti merasakan lelap pertama setelah petualangan yang seru. Seperti menyambut kembali rindu yang akhirnya pulang. Menatap mata manusia bisa semenyenangkan ini, pikir si perempuan. Melihat kembali postur sang kekasih, dengan hoodie kuning kelonggaran dan jeans belel robek sebelah. Hanya cinta yang ia lihat.
Senyuman itu akhirnya terbit dari kedua insan ini. Setelah dengan debar yang sama, sang lelaki memberikan sentuhan lembut di tangan si perempuan untuk pertama kalinya. Ah, dasar pasangan baru. Seperti ingin membekukan waktu dan menghentikan rotasi, mereka berharap kekal dan abadi. Senyuman yang menjadi ketakutan si laki-laki ini berhasil memabukkan. Sementara sang perempuan berharap debar-nya tidak terdengar dan membuat malu. Aih, aku yang melihatnya saja bisa merinding. Moment ini benar-benar harus diabadikan.
***
Kamu itu memang sedang salah.
Kamu itu memang sudah berubah.
Entri ini mungkin didorong oleh perubahan hormon estrogen dan kadar serotonin seorang perempuan, setidaknya terjadi satu bulan sekali dan menjadi pihak yang selalu disalahkan oleh sebagian besar pria di seluruh dunia jikalau sang Ratu yang dahulu menawan bertransformasi menjadi ancaman sengsara lingkaran setan selama satu minggu penuh. Terlepas dari anggapan bahwa perempuan itu membingungkan dan selalu ingin dimengerti, mengapa tidak mencoba berpikir seperti ini:
Kamu itu memang sedang salah.
***
Makassar, di hari-hari kering kemarin aku melihat satu pasangan lucu. Sedang kasmaran, tentu saja. Fresh from the oven, baru saja jadian. Mereka manis dan menjalani hari-hari manis bersama. Sang pria, seperti sedang bersama bongkahan semesta dengan planet-planet biru mengitari dan debu-debu asteroid yang bersinar. Menatapnya, menatap 2 mata sipit itu yang sebenarnya biasa-biasa saja, tapi seakan-akan dia baru saja melihat pusat dari tata surya. Pusat dari segala keindahan angkasa, menarik, menyedot, menghisapnya masuk menuju syaraf-syaraf otaknya sendiri, berhasil membuatnya gila sesaat lalu tersesat dan lebur. Ah, itulah mengapa sang pria tidak berani menatap perempuannya lama-lama.
Satu waktu aku melihat mereka sedang duduk berdua dalam remang malam. Oh, aku tidak melihat nafsu disana. yang paling ditakutkan sang pria bukan buah dada sang perempuan yang tiba-tiba menyembul keluar malu-malu, atau sesuatu di'bawah'nya. Dia selalu menatap sang perempuan sebagai sebuah semesta, ingat kan? Sesuatu yang sangat 'manusia' seperti itu tidak terlalu berlaku pada mereka.
Lantas apa yang ia takutkan?
Sang perempuan sedang cemberut, rupanya. Entah karena urusan dunia yang terlalu memuakkan atau urusan lain yang membuat sesak. Ia menghabiskan setengah jam berceloteh. Tentang ini, tentang itu, tentang mereka. Sang laki-laki tentu saja, seperti banyak pria di muka bumi ini... tidak terlalu banyak bicara menanggapi dan hanya mendengar dengan takzim. Setelah puas menumpahkan resah, sang perempuan duduk tertunduk lesu.
"Hey.." Panggil sang lelaki. Menenangkan, tapi tidak berhasil membuat sang perempuan menyahut.
"Azra, liatka.." tetap tidak berhasil.
"Liatka dulu.." Karena sudah 3x, sang perempuan merasa jengah dan menatap si Laki-laki. Menenangkan. Sepeti debur ombak yang ribut tapi anehnya memberi damai. Seperti angin yang bertiup bersama bau tanah juga abu-abu suasana setelah hujan, yang dingin tapi memberi rasa hangat. Seperti merasakan lelap pertama setelah petualangan yang seru. Seperti menyambut kembali rindu yang akhirnya pulang. Menatap mata manusia bisa semenyenangkan ini, pikir si perempuan. Melihat kembali postur sang kekasih, dengan hoodie kuning kelonggaran dan jeans belel robek sebelah. Hanya cinta yang ia lihat.
Senyuman itu akhirnya terbit dari kedua insan ini. Setelah dengan debar yang sama, sang lelaki memberikan sentuhan lembut di tangan si perempuan untuk pertama kalinya. Ah, dasar pasangan baru. Seperti ingin membekukan waktu dan menghentikan rotasi, mereka berharap kekal dan abadi. Senyuman yang menjadi ketakutan si laki-laki ini berhasil memabukkan. Sementara sang perempuan berharap debar-nya tidak terdengar dan membuat malu. Aih, aku yang melihatnya saja bisa merinding. Moment ini benar-benar harus diabadikan.
***
Kamu itu memang sedang salah.
Kamu itu memang sudah berubah.
Komentar
Posting Komentar