Aku kira.
Bukan, namaku bukan Kira tentu saja.
Kira, kau tahu kan? Kata yang menggambarkan pertentangan antara "what do you expect" dan "what actually happening". Seperti apa yang kau anggap terjadi, ternyata tidak. Ternyata bukan, Ternyata hanya dikepalamu saja. Ternyata bukan itu yang menjadi realita. Harapan yang terlalu dekat dengan kenyataan, namun tidak tergapai. Tidak sampai. Tidak ke-sampai-an. Akhirnya kamu cuma bisa tersenyum, dan berkata lirih:
Aku kira, aku telah menjadi seorang perempuan yang
Dewasa karena patah. Kuat karena jatuh.
Aku kira, mengalami pengalaman jauh membuatku menjadi lebih tangguh. Hari-hari kemarin yang berat. Orang-orang yang pergi dengan bekas. Sakit, setiap denyut, setiap goresan, i feel it all.
Aku sudah merasakan semuanya, dan yang aku tahu,aku sudah siap dengan petualangan baru. Percaya diri sekali, merasa sudah berproses dan menikmati proses. Besok yang indah, besok yang mudah. Aku sudah mengalami yang paling menyedihkan, apa yang lebih buruk dari itu?
Biar kuberi tahu: yang terburuk adalah menjadi sangat menyedihkan berkali-kali.
Pengalaman memang guru yang paling bijak. Tapi tidak terlalu bekerja padaku.
Aku bisa saja terjerumus 100 kali, lalu bangkit untuk terjerumus ke 101 kalinya.
Semakin bermain dengan cinta, aku merasa semakin bodoh. Nyatanya, aku masih saja perempuan kemarin sore yang merasa sedang diatas panggung drama. Lalu, membuat apa-apa menjadi skrip pementasan. Aku masih saja perempuan naif itu, yang marah kalau dia terlalu sibuk dan terlupa. Aku masih saja menjadi cengeng untuk hal-hal yang tidak butuh air mata. Aku yang masih saja terlalu peduli untuk hal-hal remeh yang semestinya bisa ditanggapi dengan dewasa.
man, aku kira aku sudah pantas. Tapi ternyata tidak.
Bukan, namaku bukan Kira tentu saja.
Kira, kau tahu kan? Kata yang menggambarkan pertentangan antara "what do you expect" dan "what actually happening". Seperti apa yang kau anggap terjadi, ternyata tidak. Ternyata bukan, Ternyata hanya dikepalamu saja. Ternyata bukan itu yang menjadi realita. Harapan yang terlalu dekat dengan kenyataan, namun tidak tergapai. Tidak sampai. Tidak ke-sampai-an. Akhirnya kamu cuma bisa tersenyum, dan berkata lirih:
Aku kira itu...Aku kira, aku bukan lagi remaja perempuan kemarin.
Aku kira, aku telah menjadi seorang perempuan yang
Dewasa karena patah. Kuat karena jatuh.
Aku kira, mengalami pengalaman jauh membuatku menjadi lebih tangguh. Hari-hari kemarin yang berat. Orang-orang yang pergi dengan bekas. Sakit, setiap denyut, setiap goresan, i feel it all.
Aku sudah merasakan semuanya, dan yang aku tahu,aku sudah siap dengan petualangan baru. Percaya diri sekali, merasa sudah berproses dan menikmati proses. Besok yang indah, besok yang mudah. Aku sudah mengalami yang paling menyedihkan, apa yang lebih buruk dari itu?
Biar kuberi tahu: yang terburuk adalah menjadi sangat menyedihkan berkali-kali.
Pengalaman memang guru yang paling bijak. Tapi tidak terlalu bekerja padaku.
Aku bisa saja terjerumus 100 kali, lalu bangkit untuk terjerumus ke 101 kalinya.
Semakin bermain dengan cinta, aku merasa semakin bodoh. Nyatanya, aku masih saja perempuan kemarin sore yang merasa sedang diatas panggung drama. Lalu, membuat apa-apa menjadi skrip pementasan. Aku masih saja perempuan naif itu, yang marah kalau dia terlalu sibuk dan terlupa. Aku masih saja menjadi cengeng untuk hal-hal yang tidak butuh air mata. Aku yang masih saja terlalu peduli untuk hal-hal remeh yang semestinya bisa ditanggapi dengan dewasa.
man, aku kira aku sudah pantas. Tapi ternyata tidak.
Satu lagi.
Aku masih saja perempuan cengeng itu
yang curhat-di-blog untuk merasa lebih baik.
Cih.
Ditulis di bulan Juli, kalau tidak salah.
Komentar
Posting Komentar